Uncategorized

Pentingnya Seorang Muslim Menjaga Ucapan dan Etika di Media Sosial

Posted on Updated on

Pentingnya Seorang Muslim Menjaga Ucapan dan Etika di Media Sosial

Media sosial saat ini seperti pedang bermata dua, ia dapat digunakan baik untuk kebaikan maupun untuk keburukan. Lewat media sosial, seseorang dapat menyambung tali silaturahim dan berbagi ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain, akibat status maupun kabar burung yang ada di media sosial, dapat timbul konflik, provokasi, bahkan dapat menghilangkan nyawa manusia lainnya. Status di media sosial berpengaruh lebih besar dibanding ketika kita berbicara langsung. Saat kita berbicara langsung, pendengarnya pun terbatas berbeda dengan media sosial yang siapapun dan dimanapun ia berada dapat membaca status tersebut.

Oleh karena itu, sejak dulu Islam telah menekankan betapa pentingnya menjaga lisan bagi seorang muslim. Bahkan, jika dulu telah ada media sosial, Rasulullah SAW kemungkinan besar akan meminta umatnya agar pandai dalam menggunakan media sosial. Standar kebaikan, keutamaan, dan kesempurnaan iman diukur berdasarkan sejauh mana seorang muslim dapat menjaga lisannya. Begitu pula saat  menggunakan media sosial, kualitas iman seorang muslim dapat dilihat dari tujuannya apakah untuk kebaikan atau keburukan.

Saat seorang muslim mendapat berita, hendaknya dipastikan terlebih dulu apakah berita itu benar atau tidak. Hal ini didukung oleh dua hadits yaitu “Barang siapa tergesa, akan salah” (HR. Al Hakim) dan “Cukup seseorang dinilai berbohong, dengan mengatakan setiap yang ia dengar.” (HR. Muslim). Dari kedua hadits itu dapat dilihat bagaimana pentingnya memastikan sebuah berita itu benar atau tidak. Jika berita itu tidak benar, atau diragukan kebenarannya, maka jangan disebarkan sesuai dengan hadits “Barang siapa diam akan selamat.” (HR. Tirmidzi).

Setelah memastikan kebenaran berita, seorang muslim juga tidak boleh langsung membagikan berita tersebut begitu saja. Kita harus menilai apakah berita itu memiliki manfaat baik untuk diri kita sendiri maupun bagi orang-orang yang akan membacanya. Jika tidak bermanfaat maka jangan disebarkan. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah.” (HR. Bukhari Muslim). Jika berita yang kita terima itu tidak bermanfaat, maka lebih baik bagi kita untuk diam dengan tidak menyebarkannya. Namun, jika berita tersebut benar dan bermanfaat maka sebarkanlah.

Jadi, sebagai seorang muslim yang baik dan bijak, hendaknya pikirkanlah terlebih dahulu sebelum berbicara atau melontarkan kata-kata di media sosial. Kita harus menimbang baik-buruknya terlebih dahulu. Tidak semua pengetahuan dan informasi yang kita miliki harus dipublikasikan. Terkadang, informasi bagus yang dapat menganggu dan merusak ketenangan orang lain tisak perlu untuk dipublikasikan. Ayo, budayakan bermedia sosial yang sehat dan produktif!

FUNDAMENTAL ISLAM

Posted on Updated on

FUNDAMENTAL ISLAM

KISMIS CMIA – Kamis, 29 Maret 2017

 

Seluruh aktivitas kita jika itu baik, in Shaa Allah akan senantiasa dimudahkan oleh Allah. Seperti Firman Allah dalam Surat ‘Abasa : 20

ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ

“Kami mudahkan jalannya.” (Q.S ‘Abasa [80] : 20)

Dengan pertolongan Allah kita dapat melakukan segala aktivitas kita, bahkan dipermudah oleh Allah dalam prosesnya, termasuk salah satunya Allah permudah jalan kita untuk dapat hadir pada kajian hari ini.

[Anekdot Parasut Ahok]

Alkisah Ahok hendak pergi dinas. Ia lalu menumpangi pesawat yang bisa dibilang eksklusif, di dalam pesawat itu ada 1 pilot dan 4 penumpang; yaitu Pak Ahok, Ketua KPK, Mungkidi, Anak SMP mau ikut lomba pramuka. Saat pesawat sampai di ketinggian 15.000 kaki tiba-tiba mesin pesawat rusak dan mengeluarkan asap. Sang pilot menyarankan untuk terjun dari pesawat guna menyelamatkan diri. Tapi saat dilihat, ternyata ada 4 parasut, sedangkan di dalam pesawat tersebut ada 5 penumpang. Pilot pesawat tersebut dengan cepat mengambil satu parasut, “Aku harus selamat, aku punya istri dan anak yang harus kuhidupi.” Kemudian ia pun terjun. Tidak lama kemudian, Ketua KPK juga mengambil parasut. “Aku harus selamat, kalau aku mati disini siapa yang akan memberantas koruptor-koruptor yang ada di Indonesia.” Kemudian ia pun ikut terjun. Lalu tersisa 2 parasut dan 3 penumpang. Ahok melihat ke dua penumpang lain, lalu ia cepat-cepat mengambil parasut. “Aku harus selamat, aku harus jadi gubernur DKI Jakarta.” Kata Ahok kemudian lompat dari pesawat. Mungkidi pun melihat hal tersebut dan menghampiri sang anak lalu ia berkata, “Nak, parasutnya tinggal satu, kamu ambil itu dan selamatkan dirimu. Kamu masih muda, masa depanmu masih panjang. Berbeda denganku yang sudah tua, sudah tidak banyak yang bisa kulakukan di dunia.” Anak tersebut melongo, “Jangan khawatir Pak, kita berdua bisa selamat.” Mungkidi bertanya, “Loh, kok bisa? Parasutnya kan tinggal satu.” Sang Anak menunjuk ke arah parasut, “Parasutnya masih dua, pak. Tadi Pak Ahok salah ambil, yang diambil Pak Ahok itu tas saya. Tadi Pak Ahok buru-buru, jadi tidak sadar kalau yang diambil itu tas saya.”

Hikmah yang bisa dipetik adalah jangan tergesa-gesa. Tergesa-gesa itu bagian dari setan. Seorang muslim sebaiknya tidak tergesa-gesa dan menanamkan sifat para Ahlu Sunnah Jama’ah. Siapakah para Ahlu Sunnah Wal Jamaah? Yaitu Nabi Muhammad, orang-orang ihsan, dan orang-orang lain yang berilmu dan beramal soleh yang dapat ditiru sifat baiknya.

[Umat Islam Sebagai Umat Pertengahan]

Allah SWT mengatakan dalam firman-Nya, yaitu QS. Al-Baqarah : 143 yang mengatakan bahwa umat Islam merupakan umat pertengahan. Rasulullah SAW bersabda : “Diantara umatku akan selalu ada orang-orang yang mengerjakan sesuatu yang pertengahan. Dan merekalah umatku yang selamat.”

  • Apa itu umat pertengahan?

Pertengahan yang dimaksud disini adalah antara berlebihan dan kekurangan. Sehingga umat Islam itu tidak berlebihan tapi juga tidak meremehkan.

Alkisah, suatu hari ada 3 sahabat Nabi Muhammad SAW mendatangi Rasulullah. Orang 1 mengatakan, “Ya Rasulullah, aku tidak akan tidur di pertengahan malam. Akan kugunakan waktuku untuk beribadah, sholat dan sebagainya. Orang 2 mengatakan, “Ya Rasulllah, aku tidak akan berbuka ketika siang. Aku akan senantiasa berpuasa.” Sedangkan, orang 3 mengatakan “Ya Rasulullah, aku tidak akan menikah. Kalau aku menikah maka segala urusanku akan terbengkalai.” Rasulullah pun menjawab : “Aku bangun, aku tidur. Aku berbuka, aku berpuasa. Aku menikah. Barangsiapa tidak menyukai sunnahku, dia bukan umatku.”

  • Disini Rasul mengajarkan bahwa kita tidak boleh berlebihan. Karena berlebihan itu tidak baik. Berlebihan konotasinya ekstrim (fanatik).

Ahlu Sunnah Wal Jamaah à Umat pertengahan

Ciri umat pertengahan :

  • Tidak berlebihan >>> sampai-sampai melakukan amalan di luar yang sudah disyariatkan, suka menyalahkan atau mengkafirkan.
  • Tidak meremehkan >>> tidak menghargai, tidak peduli (misalnya meremehkan sholat), menjelek-jelekkan syariat yang dikerjakan orang lain.

Bagaimana cara menjadi umat pertengahan?

>>> Jadilah seseorang yang berilmu. Ilmu adalah unsur utama pertengahan, ia akan memudahkan kita dalam memilah. Ketika kita sama-sama mengerjakan sesuatu yang ada dasarnya, itu tidak masalah. Kita tidak perlu sewot kalau itu berbeda, selama ada dasarnya.

Orang Fanatik bukan Orang Pertengahan

Orang yang fanatik cenderung akan begitu mengamini ustadznya. Bahkan kesalahan ustadz/ustadzahnya akan dibela. Padahal di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna.

Agar tidak fanatik?

>>> Belajarlah ilmu agama dari berbagai sumber. Jangan terpaku pada satu sumber, sampai-sampai sumber tersebut salahpun masih dibela.

Orang kalau tidak pertengahan itu pasti fanatik. Fanatik merupakan sifat yang berbahaya. Orang Fanatik cenderung suka mencela dan mengatakan sesat. Biasanya orang fanatik seperti inilah yang sering membuat perpecahan umat.

[Konsep Orang Pertengahan]

>>> Selama itu ada dasarnya (misal mahzab Hambali, Syafii, dsb) maka silakan saja dikerjakan. Yang penting ia tahu apa yang ia lakukan.

Pepatah mengatakan : jika yang kelar dari bokong ayam itu telur, maka ambillah. Jika yang keluar dari bokong manusia itu kotoran, maka buanglah. Jangan karena itu manusia lantas itu kotorpun kita ambil.

[Additional]

Hadist dibagi menjadi dua, hadist Maukuf dan hadist marfu’. Hadist Maukuf merupakan hadist dari sahabat sedangkan hadist marfu’ merupakan hadist yang berdasarkan perkataan dan perbuatan Rasulullah.

Berbakti Kepada Orang Tua

Posted on

S_5864835385849.jpg

Berbakti Pada Orang Tua

Setelah manusia meninggal, terputusnya tiga perkara kecuali ilmu yang bermanfaat, amal jariah, dan doa anak yang shaleh shalehah. Kewajiban seorang anak adalah berbakti kepada kedua orang tuanya dan mendoakan yang telah meninggal. Seorang anak tidak akan mampu membalas jasa orang tuanya dengan cara apapun. Perintah untuk berbakti pada kedua orang tua telah diperintahkan oleh Allah SWT di dalam Al-quran. Menurut surat Al-Luqman ayat 14 yang memrintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya karena seorang ibu yang telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihi dalam dua tahun.  Dari ayat tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa betapa mulianya seorang wanita dan ibu dihadapan islam.

Seorang ayah tidak hanya berperan sebagai kepala kelurga tetapi juga berkewajiban untuk menafkahi keluarga. Perintah berbakti kepada ayah juga disampaikan oleh Rasulullah SAW. Ketika seorang sahabat bertanya siapakah orang yang wajib dihormati, maka Rasululah SAW menjawab ibu sebanyak tiga kali, kemudian baru menjawab ayah yang keempat kali.

Semua orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi yang terbaik walaupun seburuk apapun orang tua itu. Sesungguhnya fitrah semua orang tua pasti menyayangi anak-anaknya. Orang tua juga pasti menginginkan untuk membahagiakan, membiayai, melindungi, dan memberikan sesuatu untuk anaknya demi kebahagian anaknya sepenuhnya. Semua pengorbanan yang teah diberikan orang tua dan keringat yang mengalir dari keningnya semua ia lakukan untuk kebahagian dan masa depan anaknya.

Berbakti pada orang tua memiliki makna menaati semua yang diperintahkan kedua orang tua , selama perintahnya tidak bertentangan dengan syariat islam, namun jika yang diperintahkan tidak sesuai dengan syariat boleh untuk tidak dilaksanakan. Para ulama sepakat hukum berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib. Keutamaan berbakti kepada orang tua yaitu karena merupakan amalan yang paling mulia, dapat menjadi penyebab diampuninya dosa manusia, dan termasuk salah satu sebab masuknya seseorang ke surga. Ridho dan kemurkaan Allah SWT ada pada kedua orang tua.

Kewajiban seorang anak kepada orang adalah menaati selama tidak mundurhakai Allah, berbakti dan merendahkan diri diadapan kedua orang tua, berbicara dengan lembut di hadapan mereka, serta meminta izin kepada mereka sebelum melakukan sesuatu. Setelah orang tua meninggal, seorang anak  berkewajiban untuk mensalati, memintakan ampun, menunaikan janji , dan mendoakannya.

IMSF 8 : IMUNISASI

Posted on

         Imunisasi adalah suatu tindakan medis untuk meningkatkan kekebalan aktif dalam tubuh yang dirangsang. Program pemerintah yang pertama kali dimulai pada abad 18 di Turki ini terdiri dari 2 tipe, yaitu imunisasi aktif maupun pasif. Maksud dari imunisasi aktif ialah suatu proses di mana sistem imun di tubuh manusia dirangsang kekebalannya dengan dipaparkan kepada suatu antigen tertentu. Berbeda dengan imunisasi pasif yang langsung diberi antibodi yang diperlukan. Contoh dari imunisasi aktif ialah imunisasi cacar. Dan contoh dari imunisasi pasif ialah ATS (anti tetanus serum).

           Imunisasi mencegah terjadinya wabah suatu penyakit yg epidemik. Dengan semakin banyak warga yang telah melakukan imunisasi, persebaran penyakit akan menjadi berkurang intensitasnya di suatu daerah. Kekebalan ini diperlukan agar terwujudlah Indonesia yang sehat. Upaya-upaya tenaga kesehatan pun terkerahkan demi melaksanakan misi ini.

      Namun, tenaga medis di Indonesia menemukan banyak kendala-kendala yang meresahkan mereka. Tak segelintir orang yang tak memercayai program imunisasi ini. Alasan mereka bermacam-macam, salah satunya ialah tak terjamin kehalalannya. Narasumber pun mengklarifikasi bahwa di Indonesia telah didistribusikan imunisasi yang halal, tak mengandung unsur babi sama sekali. Ketidakpercayaan masyarakat Indonesia tak berhenti sampai di tingkat halal-haram saja, mereka pun menganggap bahwa imunisasi ialah suatu produk “barat” yang harus dihindari. Hal-hal semisal itu lah yang menyebabkan wabah suatu penyakit mudah tersebar di Indonesia. Sebenarnya masih banyak bal-hal terkait penolakan suatu lapisan masyarakat yang mengkhawatirkan.

        Salah satu tugas besar kita, sebagai dokter masa depan, untuk melancarkan program-program pemerintah maupun non pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia terkhusus di bidang kesehatan.